Jumat, 14 Februari 2014

Indonesia Pernah Berkuasa Di Singapura

Indonesia Pernah Berkuasa Di Singapura - Masih masalah memanasnya hubungan Singapura dan Indonesia, Dulu sebelum Singapura meraih kejayaan ekonomi, tepatnya ketika belum negara itu terbentuk hingga akhirnya menjadi wilayah jajahan Inggris, negeri itu dikuasai orang-orang Indonesia.

Paling mencolok ketika sebelum pendudukan Inggris. Di negeri itu, konon penduduknya hampir 90 persen merupakan orang-orang Indonesia. Orang Melayu, Minangkabau, Bugis, Jawa dan Palembang, banyak mendiami kota pelabuhan itu. Mereka bekerja sebagai buruh, nelayan, bahkan beberapa jadi pengusaha.

Selain jumlah penduduk, masih ada beberapa hal yang membuat Indonesia menguasai Singapura ketika itu. Berikut ini cerita Singapura pernah dikuasai Indonesia:

Ketika negara Singapura pertama kali dibentuk pada 1965, presiden pertama di negeri singa itu ternyata orang Indonesia. Dia adalah Yusof bin Ishak, seorang pria kelahiran Perak, Sumatera Barat, 12 Agustus 1910. Waktu itu Perak masih disebut bagian dari Negeri Melayu Bersekutu.

Yusof bahkan menutup usia pada umur 60 tahun di Singapura. Wajah Yusof pun diabadikan pada pecahan-pecahan uang dolar Singapura. Pada 3 Desember 1959, Yusof memang telah menjadi warga Singapura, dilantik sebagai kepala negara atau disebut "Yang di-Pertuan Negara Singapura".

Kemudian pada 9 Agustus 1965 saat Singapura keluar dari Federasi Malaysia dan merdeka, statusnya berubah menjadi presiden hingga 1970. Encik Yusof bin Ishak merupakan anak dari ayah berdarah Minangkabau dan ibu berdarah Melayu. Dia anak sulung dari sembilan bersaudara.

Sejarah Singapura memang lekat dengan Inggris. Tokoh dari Inggris yang disebut-sebut sebagai penggagas berdirinya kota pelabuhan Singapura adalah Thomas Stamford Raffles. Dia berkunjung ke Singapura pada 1819, lalu menjadikan kota itu sebagai wilayah koloni kerajaan Inggris di Asia.

Sebelum dikontrol oleh Inggris, Singapura ini didiami oleh para nelayan setempat, para bajak laut, dan kemudian menjadi bagian dari kekaisaran kerajaan Sriwijaya, Sumatera. Singapura merupakan wilayah kota perdagangan tersibuk ketika itu.
 Tan Malaka dalam buku berjudul: Dari Penjara ke Penjara, mengatakan pada saat Singapura diduduki Rafles pada 1819, penduduk di negara kecil yang luasnya tak lebih besar dari Jawa Barat, itu sebanyak 6 ribu orang, dan dikuasai orang-orang Indonesia.

"Menurut satu statistik yang saya baca dalam 'Straits limes' penduduk Singapura baru 6 ribu orang, memang sudah ada orang Tionghoa di masa itu, tapi bangsa Indonesia jauh lebih banyak. Kalau saya masih ingat adalah lebih kurang 90 persen dari semua penduduk," kata Tan dalam buku itu.
  Bukan hanya soal jumlah penduduk, tetapi hampir seluruh mata pencaharian penduduk di sana masih di tangan orang Indonesia (Melayu, Minangkabau, Jawa, Bugis, Palembang, dan lain-lain). Perusahaan, pelayaran, perikanan, perdagangan, dan lainnya, sebagian besar masih di tangan bangsa Indonesia.

Apalagi di pedalaman, kata Tan. Semua mata pekerjaan masih di tangan pribumi (Indonesia). Misalnya pertambangan timah yang terkenal ketika itu, semuanya dikuasai oleh orang-orang Indonesia.

  Bahkan menurut Tan Malaka, dalam buku: Dari Penjara ke Penjara, juga disebutkan beberapa pengusaha juga berdarah Indonesia. "Disebutkan dalam satu tulisan bahwa menjelang penghabisan abad yang lalu, perusahaan timah terbesar ialah dimiliki dan diusahakan oleh seorang majikan bernama Raja Mandailing," tutur Tan.

Konon, sampai sekarang banyak pengusaha Indonesia yang tinggal di Singapura. Mereka juga banyak menaruh uang mereka di bank-bank negeri Singa itu. Selain itu, banyak juga orang-orang kaya Indonesia yang ke Singapura hanya sekadar untuk belanja.

Namun ketika Singapura dikuasai Inggris, banyak imigran-imigran asing datang ke sana, di antaranya bangsa Tionghoa dan Hindustan. Awalnya mereka juga ada yang bekerja menjadi kuli bersama penduduk pribumi. Tetapi perlahan-lahan, imigran-imigran itu menetap dan jumlahnya kian banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar