Indonesia Pernah Berkuasa Di Singapura - Masih masalah memanasnya hubungan Singapura dan Indonesia, Dulu sebelum
Singapura meraih kejayaan ekonomi, tepatnya ketika belum negara itu terbentuk
hingga akhirnya menjadi wilayah jajahan Inggris, negeri itu dikuasai orang-orang Indonesia.
Paling
mencolok ketika sebelum pendudukan Inggris. Di negeri itu, konon
penduduknya hampir 90 persen merupakan orang-orang Indonesia. Orang
Melayu, Minangkabau, Bugis, Jawa dan Palembang, banyak mendiami kota
pelabuhan itu. Mereka bekerja sebagai buruh, nelayan, bahkan beberapa
jadi pengusaha.
Selain jumlah penduduk, masih ada beberapa hal yang membuat Indonesia menguasai Singapura ketika itu. Berikut ini cerita Singapura pernah dikuasai Indonesia:
Ketika negara Singapura pertama kali dibentuk pada 1965, presiden pertama di negeri singa itu ternyata orang Indonesia.
Dia adalah Yusof bin Ishak, seorang pria kelahiran Perak, Sumatera
Barat, 12 Agustus 1910. Waktu itu Perak masih disebut bagian dari Negeri
Melayu Bersekutu.
Yusof bahkan menutup usia pada umur 60 tahun
di Singapura. Wajah Yusof pun diabadikan pada pecahan-pecahan uang dolar
Singapura. Pada 3 Desember 1959, Yusof memang telah menjadi warga
Singapura, dilantik sebagai kepala negara atau disebut "Yang di-Pertuan
Negara Singapura".
Kemudian pada 9 Agustus 1965 saat Singapura keluar dari Federasi Malaysia
dan merdeka, statusnya berubah menjadi presiden hingga 1970. Encik
Yusof bin Ishak merupakan anak dari ayah berdarah Minangkabau dan ibu
berdarah Melayu. Dia anak sulung dari sembilan bersaudara.
Sejarah Singapura memang lekat dengan Inggris. Tokoh dari Inggris yang
disebut-sebut sebagai penggagas berdirinya kota pelabuhan Singapura
adalah Thomas Stamford Raffles. Dia berkunjung ke Singapura pada 1819, lalu menjadikan kota itu sebagai wilayah koloni kerajaan Inggris di Asia.
Sebelum dikontrol oleh Inggris, Singapura ini
didiami oleh para nelayan setempat, para bajak laut, dan kemudian
menjadi bagian dari kekaisaran kerajaan Sriwijaya, Sumatera. Singapura
merupakan wilayah kota perdagangan tersibuk ketika itu.
Tan Malaka dalam buku berjudul: Dari Penjara ke Penjara, mengatakan pada
saat Singapura diduduki Rafles pada 1819, penduduk di negara kecil yang
luasnya tak lebih besar dari Jawa Barat, itu sebanyak 6 ribu orang, dan dikuasai orang-orang Indonesia.
"Menurut satu statistik yang saya baca dalam 'Straits limes' penduduk Singapura baru 6 ribu orang, memang sudah ada orang Tionghoa di masa itu, tapi bangsa Indonesia jauh lebih banyak. Kalau saya masih ingat adalah lebih kurang 90 persen dari semua penduduk," kata Tan dalam buku itu.
Bukan hanya soal jumlah penduduk, tetapi hampir seluruh mata pencaharian penduduk di sana masih di tangan orang Indonesia
(Melayu, Minangkabau, Jawa, Bugis, Palembang, dan lain-lain).
Perusahaan, pelayaran, perikanan, perdagangan, dan lainnya, sebagian
besar masih di tangan bangsa Indonesia.
Apalagi di pedalaman,
kata Tan. Semua mata pekerjaan masih di tangan pribumi (Indonesia).
Misalnya pertambangan timah yang terkenal ketika itu, semuanya dikuasai
oleh orang-orang Indonesia.
Bahkan menurut Tan Malaka, dalam buku: Dari Penjara ke Penjara, juga disebutkan beberapa pengusaha juga berdarah Indonesia.
"Disebutkan dalam satu tulisan bahwa menjelang penghabisan abad yang
lalu, perusahaan timah terbesar ialah dimiliki dan diusahakan oleh
seorang majikan bernama Raja Mandailing," tutur Tan.
Konon, sampai sekarang banyak pengusaha Indonesia yang tinggal di Singapura. Mereka juga banyak menaruh uang mereka di bank-bank negeri Singa itu. Selain itu, banyak juga orang-orang kaya Indonesia yang ke Singapura hanya sekadar untuk belanja.
Namun
ketika Singapura dikuasai Inggris, banyak imigran-imigran asing datang
ke sana, di antaranya bangsa Tionghoa dan Hindustan. Awalnya mereka juga
ada yang bekerja menjadi kuli bersama penduduk pribumi. Tetapi
perlahan-lahan, imigran-imigran itu menetap dan jumlahnya kian banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar